Kamis, 09 Januari 2014

VAKSIN MININGITIS dan LEMAK BABI



Setiap mereka yang mau melakukan perjalanan keluar negeri tertentu di anjurkan atau bahkan diwajibkan untuk melakukan vaksinasi tertentu, tergantung keadaan negara yang bakan dikunjunginya. khusus mereka yang akan menunaikan ibadah Umrah dan Haji ketanah suci Mekkah (Saudi Arabiah), diwajibkan untuk melakukan vaksinasi Miningitis.
Pemberian vaksin ini untuk menghindari serangan virus atau bakteri yang menyebabkan radang pada membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang (baca di Wikipedia).
Mengingat pentingnya vaksinasi maka rombongan keluarga kami (saya dan istri, adik, ipar, dan ketiga anaknya, serta mama) yang akan berangkat menunaikan umrah mengikuti anjuran tersebut. Masalahnya kami tinggalnya terpisah sehingga kami hanya dipandu oleh sebuah brosur.
Karena adik saya sekeluarga menganggap vaksinasi ini sama saja seperti vaksinasi lainnya yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akhirnya memilih Rumah Sakit (swasta) Siloam di Kebun Jeruk Jakarta yang tak jauh dari rumahnya. Kebetulan di rumah sakit tersebut memang menyediakan vaksinasi itu dan bersedia melakukannya. Pada hal beberapa rumah sakit lainnya tidak tersedia pelayanan vaksinasi minimitis, kecuali di Rumah Sakit Pemerintah yang biasanya terdekat dari bandara atau pelabuhan.
Masalahnya baru muntul ketika hasil vaksinasi itu kami tunjukkan ke travel yang akan memberangkatkan kami. Bukti vaksin itu tidak diterima yang dibutuhkan adalah bukti vaksin yang memang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara adik saya hanya memiliki bukti vaksin dari rumah sakit.
Akhir saya dan istri saya yang akan vaksin di Rumah Sakit Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jakarta, mencoba mendapatkan kartu bukti vaksi yang berwarna kuning itu. Dari sanalah baru kami mendapat keterangan bahwa ternyata vaksinasi ini memang hanya dilakukan oleh rumah sakit tertentu saja yang direkomendasi oleh Kementerian Kesehatan RI. Sehingga untuk mendapatkan kartu yang dibutuhkan pihak RS Bandara meminta Surat Keterangan Bermaterai dari pihak RS. Siloam, yang menyatakan benar mereka telah melakukannya dan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Selain itu Pihak RS Bandara juga meminta bukti fisik dari vaksin yang diberikan berupa botol atau kardus pembungkus cairan vaksi. (Wah... itulah masalahnya karena pelaksanaan vaksinasi ini sudah terjadi beberapa hari lalu dan pihak RS Siloam tidak mengharapkan masalah ini terjadi dan sudah membuang bukti fisik tersebut, kecuali telah mengambil label vaksin yang ada pada botol dan menempelkannya ke kartu bukti vaksin yang dikeluarkan RS Siloam. Semula pihak RS. Bandara tidak mau menerima, tetapi akhirnya mau juga karena sudah melihat kami bolak balik anatara RS. Siloam Kebun Jeruk dan RS. Bandara di Cengkareng yang jaraknya sangat jauh itu.
Yang membuat saya sangat kaget adalah bahwa jenis vaksin yang diberikan kepada keluarga adik saya itu ternyata adalah vaksin yang telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Karena mengandung lemak babi. yakni MENCEVAX ACYW 135,... Subhanallah.....
Ketika hal ini saya sampaikan ke adik saya, dia hanya berucap "Astagfirullah.... yah... Lillahi Taala sajalah......."
Sungguh tega mereka melakukan itu..........

Cileduk, 09-01-14

Minggu, 02 Agustus 2009

“AQJAGA”

TRADISI MAKASSAR
YANG BANGKIT KEMBALI



Malam baru saja sempurna menyelimuti dirinya dengan kelam. Kampung Parangbanua yang biasa sepi masih menunjukkan beberapa aktitivitasnya. Beberapa warga desa masih kelihatan mondar-mandir terutama di sekitar rumah Sissi Daeng Cini. Di rumah keluarga yang sederhana ini sedang dilangsungkan upacara tradisi “Aqjaga”.

Dalam masyarakat Etnik Makassar upacara tradisi Aqjaga sudah berlangsung sejak masa kejayaan kerajaan Gowa. Bahkan diperkirakan tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat Makassar sebelum Islam menjadi agama resmi kerajaan Gowa pada abad ke 17.
Tradisi ini terikat oleh sistem kepercayaan lama yang bersifat animisme-dinamisme. Dalam perjalanan waktu sestem kepercayaan dan upacara “aqjaga” tersebut bersingkritisme dengan agama Islam. Beberapa bagian dalam upacara menunjukkan unsur-unsur tradisi agama Islam. Meskipun demikian upacara tradisional tersebut masih sangat kental unsur kepercayaan lamanya.
Upacara Aqjaga biasanya disenggarakan untuk memenuhi atau melaksanakan nazar (tinjaq), tolak bala (songkabala), upacara khitanan (assunnaq) atau pada acara kematian. Upacara ini bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur, memohon perlindungan dari berbagai mara bahaya dan memohon berkah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Dalam pelaksanaannya permohonan itu juga ditujukan kepada arwah lehuhur yang bersemayam dalam kalompoang.
Dalam upacara “aqjaga” dilakukan beberapa rangkaian acara dengan menghadirkan beberapa unsur pendukung yang wajib ada dalam upacara tersebut. Pendukung utama acara ini adalah sanro dan pinati (dukun/penjaga pusaka) sebagai pemimpin upacara, tarian (pakarena), pemusik gendang (paganrang), penari ritual (pasalonreng), dan pesenandung (paroyong).
Acara aqjaga pada jaman dahulu biasa berlangsung selama 7 hari 7 malam, namun dewasa ini acara aqjaga sudah semakin diringkas sehingga hanya berlangsung selama 3 hari dua malam saja. Namun demikian rangkaian acara sedapat mungkin tetap tercakup seluruh upacara tradisi yang selalu dilaksanakan. Acara-acara tersebut antara lain; ulu jaga, akkorontigi, appanaik, appanaung, appalili, akkereq tedong, akkattereq, aqlekkaq, annyori, aggosoq isi, appakarena, agganrang, aqroyong, assalonreng, dan lain-lain sebagainya.



Acara ini dimaknai oleh para keluarga/ masyarakat di Gowa sebagai penghormatan kepada para orang tua dan leluhur mereka, di samping itu mereka menjaga ikatan kekeluargaan mereka dan saling bergotong royong. Dalam acara ini anggota keluarga dan kerabat berkumpul dan memberikan dukungan. Selain memberi dukungan moril juga memberikan dukungan materil.
Dalam acara aqjaga semua keluarga berkumpul baik yang ada di dalam kampung maupun yang berada di luar daerah. Bahkan mereka yang berada jauh dari kampung halaman dan tidak sempat hadir akan mengirimkan sumbangannya sebagai pertanda keikutsertaan mereka dalam kegiatan ini. Seluruh keluarga yang hadir menunjukkan terlibatannya secara aktif dalam upacara. Paling tidak terlibat dalam senda-gurau atau mengerjakan sesuatu secara bersama, misalnya mendirikan tenda, membangun Baruga, perempuan bagi kaum wanita dan lain-lain sebagainya.
Para undangan yang datang berkunjung ke acara aqjaga ini, selain membawa aplop sumbangan (annyori )merekapun akan merekapun akan menjinjing (aqbinting) suatu barang kebutuhan sehari-hari seperti gula, the, kopi, sabun cuci, terigu, minyak goreng, dan lain-lain sebagainya. Semua sumbangan tersebut baut amplop annyori maupun barang nibinting akan dicatatat oleh panitia penyelenggara (keluarga).
Dalam upacara akkereq tedong masyarakat akan berkumpul dan akan mendapat pembagian potongan-potongan daging yang kemudian mereka memanggangnya masing-masing. Sisanya akan dimasak di dapur dan dimakan bersama.



Menjelang penghujung acara penyenggara melakukan acara annyori torikale. Acara ini adalah menerima bantuan dan sumbangan semua pihak keluarga. Mereka yang memberikan partisipasinya akan menyetor sejumlah uang kepada panitia yang sudah duduk di atas Baruga.Uang yang disetorkan akan dikumpulkan di sebuah dulang besar. Para keluarga akan memberikan sejumlah sumbangan mulai dari puluhan ribu, sampai jutaan rupiah. Semua sumbangan itu dicatat oleh panitia yang akan diserahkan kepada tuan rumah. Dana annyuri ini akan menutupi biaya yang telah dikeluarkan oleh tuan rumah sebagaim pelaksana upacara. Dana yang terkumpul inipun akan menjadi utang bagi Daeng Sissi yang harus dibayar pada saat para penyumbang itu melakukan kegiatan yang sama pada waktu yang akan datang. Jumlah yang harus dibayarkan harus senilai/ sebesar atau lebih dari dana yang tercatat.
Dalam upacara aqjaga banyak pelajaran sosial dan budaya yang dapat diperoleh, antara lain pelajaran tentang gotong royong dan kebersamaan, tentang saling hormat menghormati, saling menjaga kehormatan dan harga diri, dan lain-lain sebagainya. Semua nilai-nilai budaya tersebut dewasa ini sudah banyak terkikis oleh perkembangan zaman.

BIODATA DAN KARYA

Shaifuddin Bahrum,

Lahir di Rappang (Sidrap) tanggal 11 Oktober 1963.


Keluarga
Status ; Menikah
Anak : Annisa Mangkawani
Nurul Fajruani
Muh. Sultan Nazhim

Pendidikan:
- SD Muhammadyah Mamajang Makassar (Tamat 1977)
- SMP Neg I Makassar (Tamat 1981)
- SMA Neg 3 Makassar (Tammat 1983)
- Menyelesaikan pendidikan S1 (1991) pada Fakultas Sastra Unhas
- Menyelesaikan S2 pada Program Studi Antropologi Unhas (2005)

Pernah mengikuti Pelatihan antara lain:
- Workshop Penulisan Naskah Sinetron pada TVRI U. Pandang 1995
- Pelatihan Penulisan Proposal Penelitian pada Fak. Sastra Unhas (1992)
- Pelatihan Penelitian Kesenian Tradisional di Pemanukan (Jawa Barat) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Pengalaman Bekerja:
- Menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Sastra Unhas dari Tahun 1990 s.d. 1998 dengan
mengajarkan beberapa mata kuliah, antara lain Masyarakat dan Kesenian Indonesia, Telaah
Drama Indonesia, Sosisologi Sastra, dan lain-lain.
- Pernah mengajar Mk. Bahasa Indonesia dan Kajian Sastra pada beberapa perguruan tinggi
swasta di Makassar.
- Bekerja pada Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai tenaga sukarela antara lain pada:
Lembaga Konsumen Indonesia (YLK) Sulsel (1988-1992)
- Sekarang mendirikan Yayasan Budaya Baruga Nusantara.
- Menjadi tenaga peneliti seni dan budaya mandiri (sukarela) Pada Asosiasi Tradisi Lisan (ATL)
di Jakarta (1997- sampai sekarang).
- Staff peneliti pada Divisi Ilmu Sosial dan Humaniora, Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) UNHAS
(sampai tahun 2003)
- Staff peneliti lepas pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisi Makassar (sampai
sekarang)
- Menjadi penulis lepas (kolom, opini, kritik dan karya sastra) di beberapa media lokal di
Sulawesi Selatan.
- Menjadi penulis naskah drama dan Sutradara Teater
- Menjadi Redaktur Budaya Harian pedoman Rakyat 2007
- Sekarang sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Bulanan Pecinan Terkini (2008 sampai
sekarang))

Karya Penelitian antara lain:
- Tradisi Lisan; Jaipong Subang (1997) disponsori oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL)
- Sejarah Perkembangan Seni Sastra di Sulawesi Selatan (1998) dibiayai oleh Dewan Kesenian
Sulawesi Selatan.(Terbit dalam Kumpuan Tulisan)
- Pola Sosial dan Budaya Komunitas Kesenian Paropo di Ujung Pandang (1998) disponsori oleh
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).
- Pendokumentasian (audio visual, Transkrip dan terjemahan) Tradisi Lisan Badong Pada
Upacara Pemakaman di Toraja Sul-Sel (1999) disponsori oleh MSPI.
- Pendokumentasian (audio visual dan deskripsi) Upacara Tradisional “Mattemmu Taung”
Komunitas Bissu di Sigeri, Kab. Pangkep, Sulawesi Selatan (1999) disponsori oleh ATL.
- Pemakalah pada Seminar Internasional MSPI di Bali (1999)
- Pemakalah pada Seminar Internasional Galigo di Masamba (2003)
- Cina Peranakan Makassar (2003) diterbitkan oleh Yayasan Baruga Nusantara atas bantuan
Adikarya Ikapi dan Ford Foundation
- Editor dan Penerjemah Buku Kumpulan Sajak Makassar, Karya Ho Eng Dji (2006),
Baruga Nusantara.
- Organisasi Tradisional Masyarakat Toraja, Dirjen Nilai Tradisional, Seni dan Film,
Depertemen Kebudayaan dan Pariwisara RI, (2007)
- Berubah (10 Tahun Warga Tionghoa dalam Reformasi) Baruga Nusantara, 2008.
- “Royong” Senandung dalam Ritual Masyarakat Makassar, ATL – Dikti (2009)

Karya Tulis Drama/ Teater dan lain-lain:
- Sebuah Pilihan (Sinetron produksi TVRI Ujung Pandang 1987)
- I Baso Manangkasi (Sinetron produksi TVRI Ujung Pandang, 1992)
- Jembatan atawa Balada Orang-orang Kalah (KOSASTER 1993)
- Opu Daeng Risaju (Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Teater Sul-Sel oleh Taman
Budaya Sul-Sel, 1997). Diterbitkan oleh Kosaster.
- Mentari yang Retak (Sinetron Produksi TVRI U.Pandang, (Juara I Lomba Penulisan Naskah
Sinetron TVRI Ujung Pandang)
- Jembatan II atawa Nyanyian Orang Hilang (KOSASTER,1998)
- Lapundareq (Juara II, Lomba Penulisan Naskah Teater Anak-anak se Sulsel dan Juara I
Seleksi Festival Teater Anak-anak Sulsel oleh Taman Budaya,1999)
- I Sangkilang (Kosaster, 2000)
- Cerita Rakyat Camming Puleng (Juara I Lomba Penulisan Cerita Rakyat Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional Sulawesi Selatan, Tahun 2003)
- Asoka (Drama memperingati Waisak/ 2008)

Pengalamam Menyutradarai/bermain teater:
- Sang Juru Nikan ; Naskah: Alinafiah Lubis (1987)
- Tai; Naskah: Putu Wijaya (1988)
- Antigone: Karya Sophokles (1989)
- Lysistrata Karya Aristofanes
- Aku bin Atang, Karya Sumanjaya (1990)
- 1992-2000 (menyutradarai karya sendiri)
- Manusia-Manusia Perbatasan Karya Fahmi Syarif (2004)
- 1000 kunang-kunang di Manhattan karya Umar Khayam (2006-sebagai pemain)


Pengalaman Organisasi:
- Ketua Senat Mahasiswa Fak. Sastra Unhas
- Pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa FS Unhas
- Ketua Kelompok Studi Sastra dan Teater
- Sekretaris Dewan Kesenian Makassar (DKM)
- Pengurus Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS)
- Pengurus Persatuan Senam Indonesia (PERSANI) Sulsel (Sampai Sekarang).
- Pengurus Wilayah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Sulsel
- Ketua ORT


Makassar, 2 November 2010
Shaifuddin Bahrum

Alamat:
Jl. Manurukki (Daya)
BTN Bukit Hartaco Daya Blok IIa/No. 89.
(Depan Kantor Lurah Sudiang Raya) Makassar
Telp. (0411) 510532, 859984, 081343741321
E-mail: baruga2004@yahoo.com

PAGUYUBAN PENCIPTA LAGU DAERAH TERBENTUK

Sebagai salah satu kompenen masyarakat yang banyak berperan aktif membangun kebudayaan di Sulawesi Selatan khususnya di Makassar adalah para pencipta lagu-lagu Daerah. Namun demikian tidak banyak orang atau lembaga yang dapat memberikan apresiasi yang baik kepada mereka. Buktinya, meskipun lagu-lagu mereka banyak diputar atau disiarkan di berbagai tempat hiburan ataupun studio penyiaran mereka tidak dibayarkan royaltinya. Hal ini diungkapkan oleh Anni B. Pakata Koordinator Karya Cipta Indonesia (KCI) Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua, dalam pertemuan dengan para pencipta lagu-lagu daerah di Makassar.

Dalam keterangannya Anni menjelaskan bahwa hingga sekarang ini baru ada 4 tempat hiburan dan hotel yang membayar royalty karena menyiarkan atau memutar lagu-lagu Bugis Makassar di tempatnya masing-masing. Pada hal begitu banyak tempat hiburan seperti café, karoke, restoran, hotel, Stasiun TV, dan Radio yang ada di daerah ini. Tetapi mereka tidak punya kesadaran untuk mau membayar royaltinya ke KCI yang akan menjadi jembatan bagi para pencipta musik.

Pertemuan yang berlangsung di Sektretariat KCI di Jalan Adhiyaksa, Ruko Zamrud II, Blok I No. 10 dihadiri sejumlah pencipta musik daerah seperti Iwan Tompo, Ismail Solong, M. Aras, Amirullah, Slamet Riadi, Basir Slaiman, Serang Dakko (musisi), Youl Resca, M. Basir, L.O, dan A. Rasyid S. Pada pertemuan tersebut juga dibentuk satu wadah perhimpunan para artis, musisi, dan pencipta lagu daerah Sulawesi Selatan yang di namai “Pammada”. Nama ini adalah akronim dari Paguyuban Artis, Musisi, dan Pencipta lagu Daerah Sulawesi Selatan. Para peserta yang hadir kemudian menunjuk secara musyawarah Iwan Tompo sebagai ketuanya.

Wadah ini nantinya akan menguatkan para artis, musisi, dan pencipta lagu dalam memperjuangkan hak-haknya dan bekerja sama dengan KCI. Selama ini banyak pencipta lagu di daerah ini yang tidak memahami hak-haknya dan tidak tahu bagaimana harus mengurus dan mendapatkan royalty mereka, kata Iwan Tompo. Melalui wadah Pammada dan KCI inilah yang akan mengupayakan agar mereka dapat memperoleh royalti mereka.

Pada kesempatan tersebut Anni menyampaikan bahwa pada tanggal 6 Agustus nanti KCI akan melakukan konferensi pers untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang perolehan royalti yang diterima para seniman pencipta lagu di daerah ini untuk tahun 2009. Dalam acara tersebut yang rencananya akan berlangsung di restoran Bamboden akan diserahkan penghargaan kepada Pencipta Lagu Pop Daerah yang paling produktif, Pencipta Lagu Daerah Legendaris, dan Seniman Musik Tradisional.

--------------------------------

Jumat, 24 Juli 2009

Catatan Singkat Bissu Dalam Masyarakat Bugis


Oleh: Shaifuddin Bahrum

Berawal dari Mitologi

Dalam mitologi La Galigo di kisahkan bahwa PatotoE pada suatu ketika memutuskan untuk mengutus putranya Batara Guru ke dunia tengah. Ketika itu dunia tengah kosong melompong tak berpenghuni. Sementara itu pula PatotoE sebagai dewa penguasa dunia atas tidak memiliki umat yang menyembahnya dengan perkataan “Puang”. Maka diutuslah Batara Guru.
Batara Gurulah yang menjadi penghuni pertama dunia tengah. Ia datang ke bumi dalam keadaan gelap gulita di tengah hutan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa termasuk mencari makanan. Dari Boting Langi, PatotoE bersama Istrinya merasa sedih ketika melihat putranya di dunia bawah sedang menderita dan kelaparan. Maka diutuslah bisu dari langit untuk membawakan peralatan pertanian, termasuk kapak emas dan berbagai jenis bibit tanaman pangan untuk ditebarkan di bumi.
Akhirnya dunia bawah menjadi lebih terang setelah hutan belantara di tebang sebagian sehingga cahaya matahari dapat menembus bumi. Tampaklah gunung-gunung, sungai, danau, dan lautan. Setelah selesai membuka lahan dan bercocok tanam para bisu tersebut tinggal menetap di bumi menemani Batara Guru.



Sistem Kepercayaan Tradisional Bugis

Pada zaman dahulu sebelum masuknya Islam di Sulawesi Selatan orang Bugis menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya kepada dewa-dewa dan mahluk-mahluk gaib. Selain itu mereka juga percaya akan kekuatan arwah leluhur dan benda-benda yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Pandangan makrokosmos orang Bugis membagi tiga alam kehidupan ini. Bagian pertama adalah dunia bagian atas yang disebut sebagai boting langiq, kedua adalah ale kawa dan yang ketiga adalah paratiwi.
Boting Langi dihuni oleh para dewa penguasa langit yang pimpin oleh PatotoE atau Si Pemberi Nasib. Dialah yang menentukan nasib baik dan buruk bagi umat manusia.
Alekawa adalah dunia tengah yang dihuni oleh manusia dan dilindungi oleh Dewa Putra dan segenap anak cucu PatotoE.
Paratiwi adalah bumi bagian bawah atau dunia air . Bagian ini juga dihuni oleh dewa saudara PatotoE We Datu Riselle.
Ketiga Dewa inilah yang mereka hormati dan dibuatkan berbagai upacara ritua yang dilengkapi dengan berbagai persembahan. Upacara-upacara itu mereka sebut meppenreq (memberikan persembahan ke atas), mappangolo (memperhadapkan persembah-an) dan mappanoq (memberikan persembahan ke bawah).
Masyarakat Bugis juga percaya pada arwah leluhur yang mendiami (mallinrung) benda-benda (regalia) atau dalam bahasa Bugis mereka sebut arajang. Regalia dalam masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain berupa senjata tajam seperti tombah, kelewang, maupun badik dan keris. Ia dapat berupa alat bunyi-bunyian seperti kancing, anaq baccing, paccoriq, dan sebagainya. Ditemukan juga arajang berupa sepotong kayu, atau alat pertanian serupa alat bajak, baru koral, pakaian, panji-panji ataupun perhiasan seperti kalung emas (ringgit) dan lain-lain sebagainya. Benda-benda tersebut di simpan di suatu tempat. Bahkan dibuatkan semacam ranjang yang berukuran mini lalu diberi kelambu.
Hal ini diperlakukan demikian karena mereka percaya bahwa spirit leluhur yang ada dalam benda itu sedang tidur (istirahat). Pada waktu-waktu tertentu dilakukan upacara matteddu arajang.(mem-bangunkan arajang).
Orang Bugis juga percaya bahwa sebuah kampung memiliki penjaga yang gaib sehingga pada waktu-waktu tertentu masyarakat akan melakukan upacara menghormatinya atau mappisaqbi wanua..


Gender di Bugis

1. Aroane adalah jenis kelamin laki-laki tulen dengan tanda-tanda keperkasaan. Laki-laki dalam masyarakat bugis selalu menjadi simbol keperkasaan, kekuatan, kejantanan, kebapakan, pelindung dan keberanian.
2. Makkunrai adalah jenis kelamin perempuan dengan ciri-ciri kelembutan yang melekat padanya. Makkunrai dalam masyarakat bugis menjadi simbol kelemah-lembutan, kasih sayang, dan keibuan.
3. Calabai adalah jenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku seperti perempuan. Calabai ini juga dikenal sebagai waria (wanita pria) atau bencong. Secara fisical manusia jenis ini memiliki anatomi dan alat kelamin laki-laki. Tetapi dalam kehidupan kesehariannya ia bisa berperasaan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan perempuan. Bahkan merekapun menggunakan pakaian dan mike up ala perempuan. Dalam masyarakat Bugis jenis ini diberi tempat tersendiri misalnya untuk mengelola salon atau mengurusi acara pengantin. Secara seksual Calabai memilih pasangan hidupnya dengan jenis kelamin laki-laki.
4. Calalai adalah jenis kelamin perempuan tetapi berperilaku seperti laki-laki. Pakaian, dandanan, dan gerak-geriknya seperti laki-laki. Tetapi Calalai secara kodrati seksualnya memilih pasangan hidupnya dari jenis perempuan. Akan tetapi ada banyak calalai yang perilaku seksualnya berjalan normal saja dengan memilih pasangan dari jenis kelamin yang berbeda (laki-laki).


Komunitas Bissu

Bissu adalah suatu status sosial dalam masyarakat Bugis. Komunitas bisu adalah terdiri dari para calabai yang menerima takdirnya menjadi pelayan spirituan dalam masyarakat Bugis.
Dalam kerajaan-kerajaan Bugis pada masa lalu terdapat sejumlah (kurang lebih 40 orang) bissu yang menjaga benda-benda pusaka, dan perilaku budaya dalam Istana.
Sebelum Islam berpengaruh dalam kehidupan kerajaan dan masyarakat Bugis, Bissu menjadi penasihat spiritual dan pendeta/ imam dalam sistem kepercayaan tradisional. Bissu inilah yang memimpin berbagai upacara-upacara ritual yang menghubungkan antara dunia atas (dewa) dan dunia bawah (yang dihuni manusia).
Pada waktu-waktu tertentu bissu dimintai pendapat dan nasihatnya yang menyangkut masalah-masalah spiritual dan alam gaib. Dia pun dapat melakukan hubungan dengan dunia dewa melalui upacara-upacara mereka.
Dewasa ini bissu sudah semakin berkurang jumlahnya, berbeda dengan para calabai yang kian hari kian bertambah. Meskipun Bissu adalah calabai tetapi tidak semua calabai bisa menjadi bissu. Mereka harus melewati berbagai tahapan dan pengaderan bissu dalam waktu yang tidak tentu. Ada saja calabai yang sudah puluhan tahun ikut magang dalam dunia bissu tetapi tidak juga bisa menjadi bissu. Menjadi bissu adalah takdir atau petunjuk dewata.





Tingkatan Bissu

Menurut Derajatnya
- Bissu = adalah kaum waria (calabai) yang mendapat petunjuk dari dewata untuk mengabdikan hidupnya pada upacara ritual. Dia memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam soal upacara ritual, mantra-mantra, alam gaib, dan sebagainya.
- Bissu Patudang = adalah bissu dari kalangan Calabai yang kurang pengetahuannya. Golongan ini tidak berhak untuk memimpin upacara-upacara penting dalam masyarakat.
- Bissu Pance = adalah perempuan yang memiliki pengetahuan sedikit tentang ilmu bissu. Bissu ini juga tidak boleh memimpin upacara-upacra penting.

Menurut Jabatan dan fungsinga
- Matoa Bissu = adalah pimpinan (ketua) dari bissu. Ketua ini diangkat atau ditunjuk oleh gaib setelah pimpinan bissu yang lama meninggal. Biasanya Matoa Bissu yang terpilih adalah Bissu yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tertinggi diantara bissu lainnya.
- Bissu loloE = adalah wakil pimpinan (ketua) bissu. Pengangkatan wakil ini biasanya silakukan secara musyarah dalam kelompok bissu atau pemangku adat.
- Jennang = adalah bissu-bissu pelayan yang membantu tugas-tugas pimpinan bissu.



Upacara-upacara Bissu

- Upacara Mattemmu Taung adalah upacara tahunan yang sudah rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Upacara menyerupai upacara syukuran sehabis panen. Mereka bersyukur akan segala karunia Yang Maha Kuasa yang memberikan hasil panen yang belimpah.
- Upacara Mappalili, adalah upacara menyambut musim tanam. Upacara ini dilaksanakan dengan mengelilingi kampung dengan membawa sejumlah barang-barang persembahan kepada dewata.
- Upacara Maccera, adalah upacara pemberi persembahan berupa hewan kurban kepada alam. Terutama kepada laut, kampung, tanah persawahan, danau, sungai, dan gunung.
- Upacara Mappaccekke Wanua
- Upacara Maddupa to pole


Dalam Upacara Bissu biasanya terdapat ritual atau bagian upacara antara lain:

- Maqduppa to pole
- Mappammula tudang
- Mappesaqbi wanua
- Mattedduq arajang
- Mappanguju tedong
- Maggereq tedong
- Malekkeq wae
- Maccemme Arajang
- Mappalili
- Mallaoloq
- Maqdewata
- Maqgiri
- Sere bissu
- Sabo
- Mattebbang Bulalle
- Mappatetong majang
- Baca doang nabi