Jumat, 24 Juli 2009

Catatan Singkat Bissu Dalam Masyarakat Bugis


Oleh: Shaifuddin Bahrum

Berawal dari Mitologi

Dalam mitologi La Galigo di kisahkan bahwa PatotoE pada suatu ketika memutuskan untuk mengutus putranya Batara Guru ke dunia tengah. Ketika itu dunia tengah kosong melompong tak berpenghuni. Sementara itu pula PatotoE sebagai dewa penguasa dunia atas tidak memiliki umat yang menyembahnya dengan perkataan “Puang”. Maka diutuslah Batara Guru.
Batara Gurulah yang menjadi penghuni pertama dunia tengah. Ia datang ke bumi dalam keadaan gelap gulita di tengah hutan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa termasuk mencari makanan. Dari Boting Langi, PatotoE bersama Istrinya merasa sedih ketika melihat putranya di dunia bawah sedang menderita dan kelaparan. Maka diutuslah bisu dari langit untuk membawakan peralatan pertanian, termasuk kapak emas dan berbagai jenis bibit tanaman pangan untuk ditebarkan di bumi.
Akhirnya dunia bawah menjadi lebih terang setelah hutan belantara di tebang sebagian sehingga cahaya matahari dapat menembus bumi. Tampaklah gunung-gunung, sungai, danau, dan lautan. Setelah selesai membuka lahan dan bercocok tanam para bisu tersebut tinggal menetap di bumi menemani Batara Guru.



Sistem Kepercayaan Tradisional Bugis

Pada zaman dahulu sebelum masuknya Islam di Sulawesi Selatan orang Bugis menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya kepada dewa-dewa dan mahluk-mahluk gaib. Selain itu mereka juga percaya akan kekuatan arwah leluhur dan benda-benda yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Pandangan makrokosmos orang Bugis membagi tiga alam kehidupan ini. Bagian pertama adalah dunia bagian atas yang disebut sebagai boting langiq, kedua adalah ale kawa dan yang ketiga adalah paratiwi.
Boting Langi dihuni oleh para dewa penguasa langit yang pimpin oleh PatotoE atau Si Pemberi Nasib. Dialah yang menentukan nasib baik dan buruk bagi umat manusia.
Alekawa adalah dunia tengah yang dihuni oleh manusia dan dilindungi oleh Dewa Putra dan segenap anak cucu PatotoE.
Paratiwi adalah bumi bagian bawah atau dunia air . Bagian ini juga dihuni oleh dewa saudara PatotoE We Datu Riselle.
Ketiga Dewa inilah yang mereka hormati dan dibuatkan berbagai upacara ritua yang dilengkapi dengan berbagai persembahan. Upacara-upacara itu mereka sebut meppenreq (memberikan persembahan ke atas), mappangolo (memperhadapkan persembah-an) dan mappanoq (memberikan persembahan ke bawah).
Masyarakat Bugis juga percaya pada arwah leluhur yang mendiami (mallinrung) benda-benda (regalia) atau dalam bahasa Bugis mereka sebut arajang. Regalia dalam masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain berupa senjata tajam seperti tombah, kelewang, maupun badik dan keris. Ia dapat berupa alat bunyi-bunyian seperti kancing, anaq baccing, paccoriq, dan sebagainya. Ditemukan juga arajang berupa sepotong kayu, atau alat pertanian serupa alat bajak, baru koral, pakaian, panji-panji ataupun perhiasan seperti kalung emas (ringgit) dan lain-lain sebagainya. Benda-benda tersebut di simpan di suatu tempat. Bahkan dibuatkan semacam ranjang yang berukuran mini lalu diberi kelambu.
Hal ini diperlakukan demikian karena mereka percaya bahwa spirit leluhur yang ada dalam benda itu sedang tidur (istirahat). Pada waktu-waktu tertentu dilakukan upacara matteddu arajang.(mem-bangunkan arajang).
Orang Bugis juga percaya bahwa sebuah kampung memiliki penjaga yang gaib sehingga pada waktu-waktu tertentu masyarakat akan melakukan upacara menghormatinya atau mappisaqbi wanua..


Gender di Bugis

1. Aroane adalah jenis kelamin laki-laki tulen dengan tanda-tanda keperkasaan. Laki-laki dalam masyarakat bugis selalu menjadi simbol keperkasaan, kekuatan, kejantanan, kebapakan, pelindung dan keberanian.
2. Makkunrai adalah jenis kelamin perempuan dengan ciri-ciri kelembutan yang melekat padanya. Makkunrai dalam masyarakat bugis menjadi simbol kelemah-lembutan, kasih sayang, dan keibuan.
3. Calabai adalah jenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku seperti perempuan. Calabai ini juga dikenal sebagai waria (wanita pria) atau bencong. Secara fisical manusia jenis ini memiliki anatomi dan alat kelamin laki-laki. Tetapi dalam kehidupan kesehariannya ia bisa berperasaan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan perempuan. Bahkan merekapun menggunakan pakaian dan mike up ala perempuan. Dalam masyarakat Bugis jenis ini diberi tempat tersendiri misalnya untuk mengelola salon atau mengurusi acara pengantin. Secara seksual Calabai memilih pasangan hidupnya dengan jenis kelamin laki-laki.
4. Calalai adalah jenis kelamin perempuan tetapi berperilaku seperti laki-laki. Pakaian, dandanan, dan gerak-geriknya seperti laki-laki. Tetapi Calalai secara kodrati seksualnya memilih pasangan hidupnya dari jenis perempuan. Akan tetapi ada banyak calalai yang perilaku seksualnya berjalan normal saja dengan memilih pasangan dari jenis kelamin yang berbeda (laki-laki).


Komunitas Bissu

Bissu adalah suatu status sosial dalam masyarakat Bugis. Komunitas bisu adalah terdiri dari para calabai yang menerima takdirnya menjadi pelayan spirituan dalam masyarakat Bugis.
Dalam kerajaan-kerajaan Bugis pada masa lalu terdapat sejumlah (kurang lebih 40 orang) bissu yang menjaga benda-benda pusaka, dan perilaku budaya dalam Istana.
Sebelum Islam berpengaruh dalam kehidupan kerajaan dan masyarakat Bugis, Bissu menjadi penasihat spiritual dan pendeta/ imam dalam sistem kepercayaan tradisional. Bissu inilah yang memimpin berbagai upacara-upacara ritual yang menghubungkan antara dunia atas (dewa) dan dunia bawah (yang dihuni manusia).
Pada waktu-waktu tertentu bissu dimintai pendapat dan nasihatnya yang menyangkut masalah-masalah spiritual dan alam gaib. Dia pun dapat melakukan hubungan dengan dunia dewa melalui upacara-upacara mereka.
Dewasa ini bissu sudah semakin berkurang jumlahnya, berbeda dengan para calabai yang kian hari kian bertambah. Meskipun Bissu adalah calabai tetapi tidak semua calabai bisa menjadi bissu. Mereka harus melewati berbagai tahapan dan pengaderan bissu dalam waktu yang tidak tentu. Ada saja calabai yang sudah puluhan tahun ikut magang dalam dunia bissu tetapi tidak juga bisa menjadi bissu. Menjadi bissu adalah takdir atau petunjuk dewata.





Tingkatan Bissu

Menurut Derajatnya
- Bissu = adalah kaum waria (calabai) yang mendapat petunjuk dari dewata untuk mengabdikan hidupnya pada upacara ritual. Dia memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam soal upacara ritual, mantra-mantra, alam gaib, dan sebagainya.
- Bissu Patudang = adalah bissu dari kalangan Calabai yang kurang pengetahuannya. Golongan ini tidak berhak untuk memimpin upacara-upacara penting dalam masyarakat.
- Bissu Pance = adalah perempuan yang memiliki pengetahuan sedikit tentang ilmu bissu. Bissu ini juga tidak boleh memimpin upacara-upacra penting.

Menurut Jabatan dan fungsinga
- Matoa Bissu = adalah pimpinan (ketua) dari bissu. Ketua ini diangkat atau ditunjuk oleh gaib setelah pimpinan bissu yang lama meninggal. Biasanya Matoa Bissu yang terpilih adalah Bissu yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tertinggi diantara bissu lainnya.
- Bissu loloE = adalah wakil pimpinan (ketua) bissu. Pengangkatan wakil ini biasanya silakukan secara musyarah dalam kelompok bissu atau pemangku adat.
- Jennang = adalah bissu-bissu pelayan yang membantu tugas-tugas pimpinan bissu.



Upacara-upacara Bissu

- Upacara Mattemmu Taung adalah upacara tahunan yang sudah rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Upacara menyerupai upacara syukuran sehabis panen. Mereka bersyukur akan segala karunia Yang Maha Kuasa yang memberikan hasil panen yang belimpah.
- Upacara Mappalili, adalah upacara menyambut musim tanam. Upacara ini dilaksanakan dengan mengelilingi kampung dengan membawa sejumlah barang-barang persembahan kepada dewata.
- Upacara Maccera, adalah upacara pemberi persembahan berupa hewan kurban kepada alam. Terutama kepada laut, kampung, tanah persawahan, danau, sungai, dan gunung.
- Upacara Mappaccekke Wanua
- Upacara Maddupa to pole


Dalam Upacara Bissu biasanya terdapat ritual atau bagian upacara antara lain:

- Maqduppa to pole
- Mappammula tudang
- Mappesaqbi wanua
- Mattedduq arajang
- Mappanguju tedong
- Maggereq tedong
- Malekkeq wae
- Maccemme Arajang
- Mappalili
- Mallaoloq
- Maqdewata
- Maqgiri
- Sere bissu
- Sabo
- Mattebbang Bulalle
- Mappatetong majang
- Baca doang nabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar